Friday 29 March 2013

REFLEKSI Forum Tanya Jawab 63: Bagaimana Siswa Bisa Menentukan Kurikulum?



Setelah membaca artikel yang berjudul Forum Tanya Jawab 63: Bagaimana Siswa Bisa Menentukan Kurikulum? ” , banyak pengetahuan-pengetahuan baru yang sebelumnya tidak saya mengerti dengan jelas. Dari artikel tersebut, saya mempunyai pandangan baru terkait dengan kurikulum. Sebelumnya saya memang mengetahui  tentang kurikulum itu sebagai suatu rancangan implementasi pendidikan yang disusun oleh pemerintah melalui para pakarnya. Namun setelah membaca artikel diatas, saya menjadi tahu bahwa persepsi dan pemahaman tentang kurikulum yang berlaku di Negara kita itu berbeda dengan Negara lain, khususnya Inggris yang menjadi pembanding dalam artikel itu. System pendidikan yang ada di Inggris tenyata terdapat perbedaan persepsi dan konteks tantang hakekat kurikulum serta hakekat pembelajaran dengan Negara kita. Salah satu perbedaan tersebut terletak pada makna kurikulum yang hampir menyerupai RPP atau kurikulum tingkat sekolah dan menjadi urusan sekolah masing-masing. Dalam menentukan kurikulum, siswa ikut berperan dalam pengembangan hal itu. Namun, sebelum diadakan pengembangan kurikulum yang disertai ddengan adanya peran siswa, dilakukan semacam need assessment pada siswa yang menggambarkan kebutuhan siswa disekolah, yang disertai dengan portofolio. Saya sangat tertarik dengan system pembelajaran yang ada di Inggris. Seharusnya hal itu menjadi cerminan bagi Negara kita untuk memajukan kualitas pendidikan di Negara kita. Guru di Inggris sangat berperan sebagai fasilitator yang melayani kebutuhan siswa dalam belajar. Guru berusaha mempersiapkan dan menciptakan suasana belajar sesuai dengan permintaan siswa-siswa. Secara keseluruhan, pembelajaran yang ada di Inggris menganut model pembelajaran yang berpusat pada siswa-siswa. Hal lain yang yang penting adalah Guru juga mempunyai tugas untuk mengembangkan lembar kerja siswa. Selain itu, siswa juga diberikan waktu untuk berdiskusi dalam rangka mengembangkan kemampuan dan kecerdasan olah pikir siswa terhadap materi yang diajarkan. Dalam hal ini, siswa hendaknya menemukan pola terhadap pembelajaran matematika, sehingga siswa dapat memecahkan persoalan-persoalan dengan cara sendiri. Sehingga siswa benar-benar dapat menggali dan mengeksplor  kemampuan yang ada pada diri individu masing-masing. Hal umum yang menjadi pembeda adalah prinsip utama dalam pembelajaran di Inggris  menganut paradigma bahwa waktu, siswa, mempelajari matematika, kecepatan dan kemampuan yang berbeda, dengan hasil yang boleh berbeda pula. Sedangkan pembelajaran di Indonesia menganut paradigm bahwa waktu, dituntut mempelajari matematika yang sama, namun siswa berbeda-beda, dengan hasil sama seperti yang dipikirkan oleh gurunya"

Wednesday 20 March 2013

Refleksi Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 10: Architectonic Mathematics (2)

http://powermathematics.blogspot.com/2010/09/elegi-pemberontakan-pendidikan_8043.html?showComment=1363841957603#c3971042948322934760

Dari artikel yang berjudul “Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 10: Architectonic Mathematics (2)” saya dapat mengambil kesimpulan bahwa dalam mempelajari matematika, siswa diumpamakan sebagai seorang arsitek yang akan membangun gedung. Dari pernyataan diatas, banyak terdapat makna tersirat. Seperti halnya siswa siswa yang akan menggali, mengeksplor, dan mengembangkan kemampuan pola berpikirnya, kecerdasannya ataupun intelektual layaknya sebuah bangunan matematika di dalam pikirannya, sehingga terbentuklah suatu pengetahuan matematika oleh dirinya sendiri. Implementasi dari asumsi tersebut, tentunya ada harus dipegang dalam membangun bangunan matematika, yaitu matematika berasal dari pikiran siswa itu sendiri. Terkait dalam konteks itu, matematika itu adalah diri individu sendiri, rasa senang itu tidak boleh dipaksakan, kecuali dengan keikhlasan dirinya sendiri. Jadi biarlah siswa senang dengan matematika karena dirinya sendiri, bukan karena dipaksa untuk menyukai matematika.

            Seorang arsitek mempunyai rancangan berpikir untuk podasinya dalam membangun bangunan. Begitu juga dengan architectonic Mathematics, mempunyai pondamen dalam membentuk bangunan matematika. Namun dalam membangun bangunan matematika, architectonic Mathematics memiliki rancangan berpikir tentang bagaimana siswa dapat memperoleh pemahaman dan mampu membangun konsep matematika sendiri sesuai dengan tingkat kemampuan dasar dan keunikannya. Untuk mencapai bangunan matematika tersebut, tentunya melalui asumsi dasar terlebih dahulu. Pondamen architectonic mathematics mempunyai 2 asumsi dasar yang utama, yaitu siswa mampu membangun dan memahami konsep matematika melalui logika atau penalarannya dan melalui pengamatannya terhadap fenomena matematika.

            Menurut Immanuel Kant, matematika akan menjadi ilmu, maka dia harus bersifat sintetik apriori. Ilmu itu terdiri dari dua unsure, yaitu pikiran dan pengalaman. Apabila yang ada hanya logika saja maka disebut apriori, logika merupakan suatu pikiran yang belum terjadi. Sedangkan pengalaman saja disebut aposteriori/ sintetik. Sintetik adalah pengalaman-pengalaman. Supaya ilmu atau pengetahuan yang kita miliki kokoh, maka pengalaman dan logika harus dikombinasikan, yang sering disebut dengan sintetik apriori.   Hal itu sesuai dengan pondamen architectonic mathematics yang  mempunyai 2 asumsi dasar yang sudah mencakup dalam sifat sintetik apriori.


Sunday 17 March 2013

Refleksi Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 3: Budaya Matematika Menghasilkan Mathematical Intuition

http://powermathematics.blogspot.com/2010/09/elegi-pemberontakan-pendidikan_6933.html?showComment=1363509390788#c5945319659772270133

Dari artikel yang berjudul “Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 3: Budaya Matematika Menghasilkan Mathematical Intuition “, saya dapat menyimpulkan bahwa intuisi adalah kemampuan memahami sesuatu tanpa melalui penalaran rasional dan intelektualitas yang tinggi. Intuisi dalam matematika memegang peran yang sangat penting dalam berpikir produktif.  Selain itu juga berperan mengembangkan pola pikir untuk berfikir yang logis, sehingga akan memunculkan gagasan-gagasan atau ide matematika yang akan menuju pada pemecahan persoalan matematika dalam kebenarannya.

Sehingga intuisi dalam siswa sangat penting untuk dikembangkan.  Guru harus intuisi siswa dalam pengembangan model pembelajaran matematika. Selain itu, guru juga harus memperhatikan intuisi siswa dalam merencanakan pembelajaran matematika terkait dengan pemecahan terhadap persoalan-persoalan matematika. Melalui intuisi dalam pembelajaran matematika tersebut, seorang guru harus tetap mempunyai strategi yang bertujuan untuk mengembang media yang semakin fleksibel dan ekspresif demi tercapainya mutu pendidikan yang lebih baik dan menciptakan hasil pendidikan yang lebih berkualitas.


Refleksi Artikel Populer: Pendidikan Karakter dalam Pendidikan Matematika


http://powermathematics.blogspot.com/2012/10/artikel-populer-pendidikan-karakter.html#comment-form

Pada zaman modern ini, bangsa kita sedang melakukan pembenahan dalam berbagai bidang, khususnya di bidang pendidikan. Berkembangnya bangsa menjadi negara yang maju sangat ditentukan oleh perkembangan pendidikan. Untuk mengimbangi zaman yang semakin pesat dengan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi yang semakin canggih, karakter pendidikan juga harus ditanamkan pada peserta didik di lembaga-lembaga sekolah.  Dalam rangka mengakomodasikan segala perubahan yang mengarah pada kemajuan teknologi dan tuntutan masyarakat yang semakin modern ini, pendidikan karakter begitu penting bagi peserta didik. Dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas pengembangan nilai/karakter dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan terintegrasi dalam semua mata pelajaran. Begitu juga dalam mata pelajaran matematika.
Pendidikan   karakter dalam pembelajaran matematika menggunakan pendekatan proses belajar peserta didik belajar aktif dan berpusat pada anak. Disamping hal itu, setiap kegiatan belajar juga harus mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Pengembangan aspek kognitif dalam pembelajaran matematika berada dalam tahap operasi konkrit untuk siswa dalam matematika sekolah. Selain itu, implementasi pendidikan karakter dalam matematika melalui matematika yang bersifat objektif dan pelaku matematika yang bersifat subjektif. Selain itu, guru harus berfungsi sebagai fasilitator dan motivator dalam melayani siswa unruk menguasai pengetahuan matematika. implementasi pendidikan karakter dalam pembelajaran matematika dapat dilaksanakan melalui komunikasi material matematika, normative matematika dan spiritual matematika. dengan demikian, implementasi pendidikan karakter dalam matematika merupakan upaya pembentukan karakter peserta didik supaya tercapainya peningkatan mutu akademik sesuai dengan tujuan pendidikan yang dicita-citakan.

Sunday 10 March 2013

Refleksi Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 1: Intuisi dalam Matematika

http://powermathematics.blogspot.com/2010/09/elegi-pemberontakan-pendidikan.html?showComment=1362923197044#c5039199149742201419

Pandangan tentang intuisi matematika menurut para ahli memang berbeda-beda. Dalam artikel yang berjudul Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 1: Intuisi dalam Matematika ini, Thompson menyimpulkan bahwa peran intuisi matematika harus mengakui itu sebagai fleksibilitas terhadap situasi baru dengan menggunakan repository berulang-ulang dan strategi skema atau struktur konseptual. Intuisi merupakan hasil pengalaman disarikan dari pengalaman sensorik oleh intelek, dibatasi oleh bahasa yang dikuasai, dan dipengaruhi oleh sumber daya sebagai akumulasi warisan budaya dan ilmiah. Jadi intuisi dibangun melalui pengalaman-pengalaman individu. Sehingga intuisi bukanlah merupakan suatu wawasan yang diperoleh melalui akal ataupun melalui beberapa kekuatan yang luar biasa yang waskita dalam wawasan.
Intuisi dalam matematika memegang peran yang sangat penting dalam berpikir produktif dalam memecahkan persoalan-persoalan. 

Friday 8 March 2013

Refleksi Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 6: Apakah Matematika itu Ilmu?


http://powermathematics.blogspot.com/2010/09/elegi-pemberontakan-pendidikan_8459.html?showComment=1362752948627#c3963287642777573632

Menurut Immanuel Kant, matematika akan menjadi ilmu jika dia bersifat sintetik apriori. Maksud dari pernyataan diatas, ilmu itu terdiri dari dua unsure, yaitu pikiran dan pengalaman. Apabila yang ada hanya logika saja maka disebut apriori, logika merupakan suatu pikiran yang belum terjadi. Sedangkan pengalaman saja disebut aposteriori/ sintetik. Sintetik adalah pengalaman-pengalaman. Supaya ilmu atau pengetahuan yang kita miliki kokoh, maka pengalaman dan logika harus dikombinasikan, yang sering disebut dengan sintetik apriori.  Berdasarkan pernyataan dari Immanuel Kant, matematika akan menjadi Ilmu jika dia dibangun di atas intuisi. hal ini berkaitan dengan peran  intuisi yang sangat penting dalam pembelajaran matematika. intuisi dalam matematika dapat mempengaruhi dalam pemahaman dan membangun siswa terhadap pembelajaran matematika, karena intuisi pikiran juga akan memegang argumen dan dapat menggabungkan kesimpulan atau keputusan terkait dengan matematika. Matematika harus dibangun melalui intuisi ruang dan waktu yang bersifat sintetik apriori.