Friday 29 March 2013
Wednesday 20 March 2013
Refleksi Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 10: Architectonic Mathematics (2)
http://powermathematics.blogspot.com/2010/09/elegi-pemberontakan-pendidikan_8043.html?showComment=1363841957603#c3971042948322934760
Dari artikel yang berjudul “Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 10: Architectonic Mathematics (2)” saya dapat mengambil kesimpulan bahwa dalam mempelajari matematika, siswa diumpamakan sebagai seorang arsitek yang akan membangun gedung. Dari pernyataan diatas, banyak terdapat makna tersirat. Seperti halnya siswa siswa yang akan menggali, mengeksplor, dan mengembangkan kemampuan pola berpikirnya, kecerdasannya ataupun intelektual layaknya sebuah bangunan matematika di dalam pikirannya, sehingga terbentuklah suatu pengetahuan matematika oleh dirinya sendiri. Implementasi dari asumsi tersebut, tentunya ada harus dipegang dalam membangun bangunan matematika, yaitu matematika berasal dari pikiran siswa itu sendiri. Terkait dalam konteks itu, matematika itu adalah diri individu sendiri, rasa senang itu tidak boleh dipaksakan, kecuali dengan keikhlasan dirinya sendiri. Jadi biarlah siswa senang dengan matematika karena dirinya sendiri, bukan karena dipaksa untuk menyukai matematika.
Seorang arsitek mempunyai rancangan berpikir untuk podasinya dalam membangun bangunan. Begitu juga dengan architectonic Mathematics, mempunyai pondamen dalam membentuk bangunan matematika. Namun dalam membangun bangunan matematika, architectonic Mathematics memiliki rancangan berpikir tentang bagaimana siswa dapat memperoleh pemahaman dan mampu membangun konsep matematika sendiri sesuai dengan tingkat kemampuan dasar dan keunikannya. Untuk mencapai bangunan matematika tersebut, tentunya melalui asumsi dasar terlebih dahulu. Pondamen architectonic mathematics mempunyai 2 asumsi dasar yang utama, yaitu siswa mampu membangun dan memahami konsep matematika melalui logika atau penalarannya dan melalui pengamatannya terhadap fenomena matematika.
Menurut Immanuel Kant, matematika akan menjadi ilmu, maka dia harus bersifat sintetik apriori. Ilmu itu terdiri dari dua unsure, yaitu pikiran dan pengalaman. Apabila yang ada hanya logika saja maka disebut apriori, logika merupakan suatu pikiran yang belum terjadi. Sedangkan pengalaman saja disebut aposteriori/ sintetik. Sintetik adalah pengalaman-pengalaman. Supaya ilmu atau pengetahuan yang kita miliki kokoh, maka pengalaman dan logika harus dikombinasikan, yang sering disebut dengan sintetik apriori. Hal itu sesuai dengan pondamen architectonic mathematics yang mempunyai 2 asumsi dasar yang sudah mencakup dalam sifat sintetik apriori.
Sunday 17 March 2013
Refleksi Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 3: Budaya Matematika Menghasilkan Mathematical Intuition
http://powermathematics.blogspot.com/2010/09/elegi-pemberontakan-pendidikan_6933.html?showComment=1363509390788#c5945319659772270133
Dari artikel yang berjudul “Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 3: Budaya Matematika Menghasilkan Mathematical Intuition “, saya dapat menyimpulkan bahwa intuisi adalah kemampuan memahami sesuatu tanpa melalui penalaran rasional dan intelektualitas yang tinggi. Intuisi dalam matematika memegang peran yang sangat penting dalam berpikir produktif. Selain itu juga berperan mengembangkan pola pikir untuk berfikir yang logis, sehingga akan memunculkan gagasan-gagasan atau ide matematika yang akan menuju pada pemecahan persoalan matematika dalam kebenarannya.
Sehingga intuisi dalam siswa sangat penting untuk dikembangkan. Guru harus intuisi siswa dalam pengembangan model pembelajaran matematika. Selain itu, guru juga harus memperhatikan intuisi siswa dalam merencanakan pembelajaran matematika terkait dengan pemecahan terhadap persoalan-persoalan matematika. Melalui intuisi dalam pembelajaran matematika tersebut, seorang guru harus tetap mempunyai strategi yang bertujuan untuk mengembang media yang semakin fleksibel dan ekspresif demi tercapainya mutu pendidikan yang lebih baik dan menciptakan hasil pendidikan yang lebih berkualitas.
Refleksi Artikel Populer: Pendidikan Karakter dalam Pendidikan Matematika
http://powermathematics.blogspot.com/2012/10/artikel-populer-pendidikan-karakter.html#comment-form
Pada zaman modern ini, bangsa kita sedang melakukan
pembenahan dalam berbagai bidang, khususnya di bidang pendidikan. Berkembangnya
bangsa menjadi negara yang maju sangat ditentukan oleh perkembangan pendidikan.
Untuk mengimbangi zaman yang semakin pesat dengan perkembangan ilmu pengetahuan
teknologi yang semakin canggih, karakter pendidikan juga harus ditanamkan pada
peserta didik di lembaga-lembaga sekolah.
Dalam rangka mengakomodasikan segala perubahan yang mengarah pada
kemajuan teknologi dan tuntutan masyarakat yang semakin modern ini, pendidikan
karakter begitu penting bagi peserta didik. Dalam kegiatan belajar-mengajar di
kelas pengembangan nilai/karakter dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan
terintegrasi dalam semua mata pelajaran. Begitu juga dalam mata pelajaran
matematika.
Pendidikan karakter dalam pembelajaran
matematika menggunakan pendekatan proses belajar peserta didik belajar
aktif dan berpusat pada anak. Disamping hal itu, setiap kegiatan belajar juga
harus mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Pengembangan aspek kognitif dalam pembelajaran matematika berada dalam tahap
operasi konkrit untuk siswa dalam matematika sekolah. Selain itu, implementasi
pendidikan karakter dalam matematika melalui matematika yang bersifat objektif
dan pelaku matematika yang bersifat subjektif. Selain itu, guru harus berfungsi
sebagai fasilitator dan motivator dalam melayani siswa unruk menguasai
pengetahuan matematika. implementasi pendidikan karakter dalam pembelajaran
matematika dapat dilaksanakan melalui komunikasi material matematika, normative
matematika dan spiritual matematika. dengan demikian, implementasi pendidikan
karakter dalam matematika merupakan
upaya pembentukan karakter peserta didik supaya tercapainya peningkatan mutu
akademik sesuai dengan tujuan pendidikan yang dicita-citakan.
Sunday 10 March 2013
Refleksi Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 1: Intuisi dalam Matematika
http://powermathematics.blogspot.com/2010/09/elegi-pemberontakan-pendidikan.html?showComment=1362923197044#c5039199149742201419
Pandangan tentang intuisi matematika menurut para ahli memang
berbeda-beda. Dalam artikel yang berjudul Elegi Pemberontakan Pendidikan
Matematika 1: Intuisi dalam Matematika ini, Thompson menyimpulkan bahwa
peran intuisi matematika harus mengakui itu sebagai fleksibilitas
terhadap situasi baru dengan menggunakan repository berulang-ulang dan
strategi skema atau struktur konseptual. Intuisi merupakan hasil
pengalaman disarikan dari pengalaman sensorik oleh intelek, dibatasi
oleh bahasa yang dikuasai, dan dipengaruhi oleh sumber daya sebagai
akumulasi warisan budaya dan ilmiah. Jadi intuisi dibangun melalui
pengalaman-pengalaman individu. Sehingga intuisi bukanlah merupakan
suatu wawasan yang diperoleh melalui akal ataupun melalui beberapa
kekuatan yang luar biasa yang waskita dalam wawasan.
Friday 8 March 2013
Refleksi Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 6: Apakah Matematika itu Ilmu?
http://powermathematics.blogspot.com/2010/09/elegi-pemberontakan-pendidikan_8459.html?showComment=1362752948627#c3963287642777573632
Menurut
Immanuel Kant, matematika akan menjadi ilmu jika dia bersifat sintetik apriori.
Maksud dari pernyataan diatas, ilmu itu terdiri dari dua unsure, yaitu pikiran
dan pengalaman. Apabila yang ada hanya logika saja maka disebut apriori, logika
merupakan suatu pikiran yang belum terjadi. Sedangkan pengalaman saja disebut
aposteriori/ sintetik. Sintetik adalah pengalaman-pengalaman. Supaya ilmu atau
pengetahuan yang kita miliki kokoh, maka pengalaman dan logika harus
dikombinasikan, yang sering disebut dengan sintetik apriori. Berdasarkan pernyataan dari Immanuel Kant, matematika akan menjadi Ilmu jika dia
dibangun di atas intuisi. hal ini berkaitan dengan peran intuisi yang sangat penting dalam pembelajaran
matematika. intuisi dalam matematika dapat mempengaruhi dalam pemahaman dan
membangun siswa terhadap pembelajaran matematika, karena intuisi pikiran juga
akan memegang argumen dan dapat menggabungkan kesimpulan atau keputusan terkait
dengan matematika. Matematika harus dibangun melalui intuisi ruang dan waktu
yang bersifat sintetik apriori.
Subscribe to:
Posts (Atom)